JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) melarang 20 ribu anggotanya mengikuti pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Secara tegas, PWI menyatakan satu-satunya lembaga yang memiliki legitimasi untuk pengaturan dan penyelenggaraan UKW adalah Dewan Pers. Lembaga Uji yang bisa menguji kompetensi wartawan sesuai UU Nomor 40/1999 telah tersertifikasi oleh Dewan Pers. 

Demikian pernyataan Ketua Umum PWI Pusat Atal Sembiring Depari menyikapi adanya sejumlah lembaga atau organisasi yang menyelenggarakan UKW tetapi tidak sesuai UU No. 40 Tahun 1999, Jumat (26/8). 

“Anggota PWI itu banyak, lebih 20 ribu wartawan. Kami bertanggung jawab dan mengingatkan mereka agar tidak tergoda UKW yang diselenggarakan organisasi tidak jelas dan tidak paham kode etik,” ujar Atal didampingi Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi, dan pengurus lainnya.

Atal juga mengingatkan anggota PWI di seluruh Indonesia tidak terjebak dalam bujuk rayu dan tipu muslihat lembaga lain yang seolah-olah memiliki legitimasi menyelenggarakan UKW. Padahal mereka tidak mengerti kerja jurnalistik yang benar serta tidak paham UU Pers. 

Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang Standar Kompetensi Wartawan disebutkan sebagai tindak lanjut Deklarasi Palembang tahun 2010 serta hasil kesepakatan para konstituen Dewan Pers, baik organisasi perusahaan pers maupun organisasi profesi wartawan.

Deklarasi Palembang antara lain berisi tentang perlunya verifikasi perusahaan pers dan Standar Kompetensi Wartawan (SKW). Verifikasi perusahaan pers maupun SKW sesuai amanat Pasal 15 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur tentang tujuan, fungsi, dan tata cara pemilihan anggota Dewan Pers. 

“PWI menegaskan bahwa hanya UKW yang mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999-lah yang sah dan UKW lainnya adalah bertentangan dengan UU Pers. Karena itu, PWI melarang anggotanya mengikuti UKW yang sesat dan melanggar UU Pers,” kata Atal lagi.

dikatakan, uji kompetensi yang dilakukan lembaga tidak tersertifikasi Dewan Pers bukanlah UKW. Uji kompetensi harus menguji aspek pengetahun (knowledge), aspek keterampilan (skill), dan aspek kesadaran (awareness) berkaitan pemahaman terhadap UU Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan terkait pers lainnya.

“Mereka melakukan uji kompetensi, tetapi tidak paham kode etik dan tak ada satu mata uji pun berkaitan dengan kode etik. Padahal, UU Pers jelas disebutkan wartawan wajib mematuhi kode etik,” tambah Mirza Zulhadi mengacu pada Ayat (2) Pasal 7 UU Nomor 40 Tahun 1999. (pwipusat)