BANDUNG – Guna membentuk wartawan multitasking, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat bekerja sama dengan PWI Jawa Barat menggelar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) selama sepekan mulai Selasa (6/2).

SJI perdana dibuka langsung oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim di Aula Gedung PWI Jabar, Jalan Wartawan II Bandung. Kegiatan diikuti 32 peserta dari berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat.

Nadiem menyebutkan dunia jurnalisme saat ini tengah bersaing dengan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Menurutnya, perkembangan teknologi yang ada saat ini bukan alasan menurunkan kualitas jurnalisme di Indonesia.

“Tentunya teknologi telah mengubah segala aspek. Disruptif kondisinya, tapi itu bukan alasan menurunkan kualitas jurnalisme. Kita harus berkompetisi dengan AI. Kita harus berintegritas, berpikir kritis, dan menulis dengan hati nurani, karena itu yang tidak dimiliki mesin buatan,” kata Nadiem berpesan wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi.

Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun, menyebut SJI merupakan lanjutan program yang sebelumnya sudah digagas tahun 2016 lalu. Dikatakan, SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan sesuai perkembangan zaman. Apalagi, SJI merupakan ikon PWI yang sudah berjalan sejak lama.

“Saat itu, pertama kali diadakan di Palembang tahun 2010 dengan pemberi kuliah pertama Presiden SBY. Kini, multitasking jurnalisme menjadi andalan termasuk berpikir kritis, berwawasan kebangsaan, dan menjaga integritas,” kata Hendry.

Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, pun menyambut baik SJI. Menurutnya, kurikulum SJI dapat mendorong lahirnya wartawan-wartawan berkelas dan berintegritas. Bey juga menuturkan wartawan harus mengembangkan kapasitas dan kapabilitas di era digital. Tidak hanya dalam hal tulisan, tetapi juga menghadirkan produk visual seperti foto dan video.

“Kita berharap dari kelas ini akan lahir wartawan-wartawan yang berintegritas dan multitasking. Multitasking ini sangat perlu,” ucap Bey.

“Tulisan itu baru laku (banyak pembaca) kalau ada foto menarik, baru orang baca keterangannya. Jadi kalau zaman sekarang tidak hanya menulis, harus bisa foto atau video, sudah menjadi kewajiban,” pungkasnya. (pwisumut)